Kamis, 31 Mei 2012



PENGENDALIAN HAMA TIKUS TERPADU


Tikus sawah merupakan hama utama penyebab kerusakan terbesar tanaman padi, terutama di dataran rendah berpola tanam intensif. Tikus sawah merusak semua stadia tumbuh padi, sejak persemaian hingga panen (prapanen), bahkan dalam gudang penyimpanan (pasca panen).
Kerusakan tanaman padi yang parah terjadi apabila tikus menyerang pada stadia generatif (padi bunting hingga panen), karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru.


Kehadiran tikus di lingkungan persawahan dapat dideteksi dari :
  1. melihat langsung keberadaan tikus.
  2. jejak kaki (foot print)
  3. jalur jalan atau lintasan tetap (run way)
  4. kotoran (feces).
  5. lubang aktif.
  6. Hasil tangkapan TBS dan LTBS.
  7. Metode bait card.
  8. gejala serangan / kerusakan tananam.
Ciri khas petak terserang tikus sawah adalah kerusakan tanaman dimulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir. Sehingga pada keadaan serangan berat hanya menyisakan 1 - 2 baris padi di pinggir petakan lahan.
Daya rusak tikus berkaitan dengan kebiasaan mengerat tikus. Hal ini mengakibatkan kerusakan tanaman padi 5 kali lipat dari kebutuhan makannya.
Di persemaian kerusakan terjadi karena benih dimakan atau dicabut. Seekor tikus sawah mampu merusak kurang lebih 283 bibit per malam (126 - 522 bibit berumur 2 hari).
Pada stadia anakan hingga anakan maksimal, tikus merusak dengan cara memekan bagian titik tumbuh dan pangkal batang yang lunak, sedangkan bagian lain ditinggalkan. Daya rusak periode ini sekitar 80 batang per malam (11 - 176 tunas).
Ketika padi bunting, tikus mampu merusak rat-rata 103 batang per malam (24 - 246 tunas).
Sedangkan pada waktu padi bermalai, daya rusak kurang lebih 12 malai per malam ( 1 - 35 malai). Dari sejumlah malai yang dipotongnya, tikus hanya mengkonsumsi beberapa bulir gabah dan selebihnya dibiarkan berserakan.
Tikus sawah mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi, sehingga berpotensi meningkatkan populasinya dengan cepat, jika daya dukung lingkungan memadai.
Dalam 1 musim tanam padi, tikus sawah mampu beranak hingga 3 kali dengan rat-rata anak 10 ekor per kelahiran. Tikus betina relatif cepat mencapai kematangan seksual dan siap kawin pada umur 1 - 1,5 bulanMasa kebuntingan tikus betina sekitar 21 hari dan mampu kawin kembali setelah 48 jam setelah melahirkan.

Pengelompokan teknis pengendalian tikus sawah

1. Sanitasi lingkungan dan manipulasi habitat :
  • pembersihan gulma
  • minimalisasi ukuran pematang (< atau = 30 cm).
2. Kultur teknis :
  • pengaturan pola tanam.
  • pengaturan waktu dan panen.
  • pengaturan jarak tanam.
3. Fisik-mekanis :
  • gropyokan massal, rutin dan berkelanjutan.
  • ngobor malam.
  • penggunaan perangkap, jerat , dll.
  • berburu tikus dengan bantuan anjing, senapan angin, dll.
  • penggunaan alat penyembur api (brender).
  • penggenangan lubang dengan air, lumpur, dll.
4. Biologi/hayati :
  • konservasi predator.
  • pemanfaatan pathogen spesifik.
5. Kimiawi:
  • fumigasi/pengemposan.
  • umpan beracun
  • penggunaan zat penolak dan penarik.
  • penggunaan senyawa pemandul.
Kombinasi teknologi pengendalian tikus dengan pendekatan PHTT.


Cara Pengendalian
Stadia Padi / Kondisi Lingkungan Sawah
Bera
Olah Tanah
Semai
Tanam
Bertunas
Bunting
Matang
Tanam serempak


+
+



Sanitasi habitat
+
++
+


+

Gropyok massal
+
++
+




Fumigasi





++
++
LBTS
++
+


+
++

TBS

++
+




Rodentisida *
+






Ket: + = dilakukan, ++ = difokuskan, * = jika diperlukan.

Sumber : Modul Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT), Balai Besar Penelitian Tanaman Padi - Balitbang Pertanian, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar